Setiap fase kehidupan selalu membawa kita bertemu dengan banyak orang dengan berbagai karakternya. Akan tetapi hanya sedikit orang yang dapat membekas dalam di memori dan hati saya yang mini ini. Salah satu dari sedikit orang itu adalah Pak Ino, yang belakangan baru saya ketahui nama lengkap beliau adalah Christophorus Daniel Ino Yuwono. Meski hanya perjumpaan singkat melalui dua mata kuliah yang beliau ajar, beliau memberi saya banyak pelajaran melalui pertanyaan-pertanyaannya yang sederhana dan seringkali bersifat sarkarsme.
Sebagai seorang mahasiswa yang masuk psikologi sebagai pilihan keempat, pada awal perkuliahan saya tidak tahu akan saya bawa kemana gelar S.Psi ini nantinya begitu lulus. Saya pun akhirnya memutuskan akan masuk ke peminatan Psikologi Sosial karena sepertinya mempelajari interaksi antar manusia dalam suatu masyarakat adalah kajian yang menarik. Masih sepertinya. Semester satu dan dua pun berlalu begitu saja dengan motto go with the flow di pikiran. Hingga kemudian saya bertemu dengan beliau di semester 3,tepatnya pada kuliah asas-asas manajemen dan mengubah cara pandang saya terhadap pentingnya kamu memiliki tujuan ketika kuliah. Saat itu beliau mengatakan "Kalian ini sekarang kuliah penginnya cuma cepat lulus,mengejar nilai bagus dan gelar. Bener nggak?". Satu pertanyaan kritis pun beliau lontarkan kepada saya, "Mbak, kamu. Kamu kuliah ini mau mengejar ilmu atau gelar?". Deg. Saya yang sudah mendengar reputasi beliau sebagai dosen killer langsung tertegun ketika ditanyai seperti itu dan dengan tegang menjawab, "Mmm.. dua-duanya pak". Beliau kemudian memaksa saya untuk memilih salah satu, hingga akhirnya saya menjawab "untuk mengejar ilmu pak". Jawaban saya kemudian ditanggapi beliau dengan tantangan, "kalau kamu memang mau mengejar ilmu, kamu kuliah disini sampai kamu paham betul dengan semua konsep teorinya, nanti saya carikan guru yang bagus, tapi nggak dapet gelar. Berani kamu?" Deg. Lagi-lagi tertohok. Saya pun menjawab, "Ya jangan paak.. Nanti nggak bisa kerja". "Itu namanya kamu mengejar gelaaar", begitu tanggapan beliau sambil menekan puncak kepala saya dengan gemas. Itu pelajaran pertama sekaligus paling berkesan yang saya peroleh dan masih dapat saya ingat dengan detail mengenai beliau, apa tujuanmu kuliah.
Pada saat itu saya merasa malu-iya. Kesal-apalagi. Namun pada saat yang bersamaan rasa kagum juga muncul terhadap sosok yang sudah berumur tersebut. Kekesalan itu semata-mata muncul karena apa yang bapak ucapkan memang benar adanya, bahwa selama ini saya memang kuliah hanya mengikuti orang kebanyakan, untuk mengejar gelar, ingin cepat lulus kemudian bekerja dan kebenaran itu melukai harga diri saya. Realitas yang terjadi dalam masyarakat saat ini dengan lugas beliau sampaikan melalui pernyataan dan pertanyaan-pertanyaan bernada tajam kepada mahasiswa-mahasiswanya. Beliau menegur sekaligus menyadarkan kami semua, murid-muridnya, dengan caranya. Cara yang seringkali mengesalkan, dan terkesan jahat, namun memang benar adanya, itulah kenyataan yang terjadi. Semenjak saat itulah saya memutuskan untuk mengambil peminatan psikologi industri dan organisasi, semenjak itu paling tidak saya memiliki arah yang jelas kuliah di psikologi ini. Saya tertarik ingin belajar lagi dari beliau, saya juga merasa tertantang untuk berusaha menjadi mahasiswa yang mengejar ilmu, tidak hanya gelar.
Pelajaran-pelajaran berikutnya dari beliau kemudian mengalir masuk dalam mini hardisk saya ini melalui pelajaran asmen maupun teori organisasi yang beliau ajar. Pertanyaan-pertanyaan sederhana beliau dalam perkuliahan seperti, "Mbak, buat apa kamu kuliah? Untuk apa kamu hidup? Buat apa kamu berkeluarga? Mbak kamu bisa masak? Masak sop itu gampang tinggal cemplung-cemplung, coba.. bisa nggak kamu masak masakan western? Hah?" ini memotivasi saya untuk terus mengembangkan diri, untuk terus belajar dan memiliki tujuan dalam setiap hal yang saya lakukan. Jika mengutip dari apa yang pernah pak Bukik katakan, beliau ingin memastikan bahwa setiap hal yang dilakukan anak didiknya bermakna, paling tidak untuk dirimu sendiri.
Satu hal Pak yang paling saya sesalkan setelah Bapak pergi. Saya pernah terlambat masuk kelas Bapak dan memutuskan untuk membolos karena tidak ingin terkena hukuman membawa makanan untuk sekelas. Saya takut bapak marahi, terlebih lagi jika saya teringat warning tegas yang bapak berikan, "Terlambat masuk kelas saya, wajib membawa makanan untuk sekelas. Makanannya harus berkelas, minimal Jco lah". Saya tidak menyadari saat itu betapa penting dan berharganya pelajaran bapak dibandingkan beberapa rupiah yang akan saya keluarkan bila dihukum. Saya tidak menyadari betapa sedikitnya waktu yang disisakan oleh Tuhan untuk Bapak mengajar di kampus ini dan betapa banyaknya hal yang masih ingin saya pelajari dari Bapak. Maafkan mahasiswimu ini ya pak..
Terima Kasih untuk Segalanya
Selamat Jalan, Sir
Selamat Menjalani Kehidupan Selanjutnya
Have a Good Trip
All the lessons you've given to us, your students.. will stay remain in our memory
So does with your spirit
:')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Any questions ? :)